ONE PLACE TO REMEMBER
love has two faces of happiness and
sadness….. ….
Menatap
lamunan yang aku sampaikan kepada hati. Aku menimang wajah seorang yang kunanti
dihari jum’at itu. Matahari yang sudah berada ditengah perjalanan, menyapa
dengan hangatnya hati yang telah lama membeku. Serasa mempunyai hidup baru
ditengah sempurnanya perasaan cinta pada pandangan pertama. Tempat itu yang
selaLu membuat jantungku berdegup kencang ketika melihatnya, dan terkadang
meneteskan airmata ketika mengingat kenangan di dalamnya.
Siang
itu, Aku yang Menentukan sebuah tempat indah itu. Tempat bernama halte
sederhana yang terletak di depan kampus multiKultural seberang jalan. Tempat
yang selalu ditempati penjual molen. dan setiap bertemu dengannya, beliau selalu
memasang senyum yang ramah padaku. Pohon Asem yang rindang disamping gerobak
molen sebagai penawar untuk menyejukkan kegelisahan karena menunggunya, sepertinya
belum cukup membutku sejuk dalam sabar untuk menunggunya.
“ Berarti aku pergi ke kampus hari
ini, Far ? ” begitu bunyi sms dari Mas. Wahyu
“ iya ! ”
Balasku
Akhirnya kurang lebih setengah
jam Mas Wahyu datang. Ia tersenyum dan menyapaku. Seakan aku seperti bayi yang
baru lahir, dan belum bertemu siapapun kecuali sosok itu. Sembari aku menjabat
tangannya, aku masih berusaha menenangkan perasaanku. Degupan itu terus
bergulir tiada henti. Aku mencoba menghela nafasku pelan, dan mencoba lari dari
kenyataan dengan berpamitan membeli ice cream yang aku janjikan sebagai
traktiranku hari ini. Setelah itu, sepanjang jarum jam berputar menuju pukul
satu siang, kita ngobrol ngarul ngidul, ketawa ketiwi hingga tetesan ice cream
jatuh mengenai bajunya. Aku melihat tetesan itu jatuh bersama hatiku yang jatuh
padanya.
Aku melihat hatiku begitu tenang atas teguran sebuah
rasa, aku melihat seorang yang sederhana didepanku memberi satu arti dalam
sukma ini bernama cinta. Hingga akhirnya kita menjalin kisah cinta itu dengan
mengalami berbagai ujian dan cobaan. Aku sangat bahagia, dan begitu juga
mas.wahyu. aku sangat senang setiap saat bisa bertemu dengannya. Mulai dari
pertemuan kita didepan taman rekreasi sengkaling, warung kopi didepan tempat
kerjaku, kencan buta dengan menghabiskan bensin motornya, dan banyak sekali
tempat yang kami kunjungi setelah itu.
Aku sangat bahagia bisa berbagi hidupku dengannya,
meskipun semua teman-teman berkata, “
bagaimana dengan ikhwan ?”. dan ada yang lebih menyakitkan lagi ketika
sahabatku berkata “ masih gantengan
ikhwan, mapan lagi. Postur tubuhnya lebih tinggi dari mas wahyu “!?. Aku
tidak merasakan bimbang dalam hidupku, karena sejak lama aku sudah melepaskan
ikhwan. Aku sudah melupakannya ketika aku bertanya satu hal padanya, yaitu
tentang pernikahan yang ia janjikan.
Dari seorang mas wahyu aku bisa memperoleh apa yang
tidak pernah aku dapat dari ikhwan. Kebahagiaan memang tidak bisa diukur dari
jumlah materi atau ketampanan seseorang. Setelah satu bulan aku menjalani
hubungan serius dengan mas wahyu, akhirnya aku memperoleh jawaban atas
pertanyaan-pertayaan teman dan sahabatku tentang perbedaan. Aku membantah
perkataan mereka “ kamu pilih mana, ada
satu cowok yang kalau di ajak kemana-mana selalu menyuruh kita berangkat
sendiri dengan memberi kita uang. Dan yang satunya lagi, kalau diajak kemana-mana
dia selalu ikut walau tidak punya uang ?”. dari pertanyaanku mereka
mengerti. dari kata itu mereka tahu apa yang aku inginkan selama ini.
Setiap kuliah, aku selalu menyempatkan diri untuk
duduk di Halte itu. Kadang makan ice cream, dan kadang hanya sekedar duduk
menantikan mikrolet. Tidak ada bunga yang bermekaran seperti bunga hatiku kala
itu. Sebuah Halte telah mampu merensonansikan pada masa aku jatuh cinta kepada
mas Wahyu.
CINTA juga merubahku
menjadi amat cemburu. Aku tidak pernah sesensitif itu. Cemburu kepada
masalalunya, keluarganya, dan teman-temannya. Aku selalu ingin bertemu
dengannya setiap hari, dan ingin selalu bersamanya setiap detik. Aku berusaha
ingin tahu dengan mengotak atik pikiranku, Hingga pada kahirnya aku ingat pada
saat pertama dia mengawali keakrapan kita dengan satu pesan di Facebook
“ Hai, klovers
juga, ya ? boleh minta nomor Hp-nya, nggak ?”
“ iya, boleh !”
ada setan dari mana aku tidak tahu waktu itu, tiba-tiba dengan mudah merespon
seseorang yang sama sekali tidak aku kenal.
Cinta telah bersemangat
merenggut hatiku dan hatinya untuk terus bereaksi. Membuat aku menolak lamaran
seorang pria yang dengan baik-baik berbicara dengan orang tuaku, membuatku lupa
akan mimpi-mimpi yang tidak ingin berpacaran dengan siapapun setelah ikhwan.
Tapi, tetaplah aku dan hatiku membela cinta ini. Aku bersih keras untuk
mencintai dan menantinya.
Beberapa hari setelah tragedI
Siti nurbaya di zaman Siti Nurhalizah, aku merasa sedikit iri pada temanya,
keluarganya, masalalunya. Setiap hari aku merasa tidak lebih special dari
mereka, hingga sikap ini membuatnya marah besar dan tidak membalas sms dariku
berkali-kali. Saat itu aku menangis sangat dahsyat sekali, aku berusaha lari
darinya, tapi tidak bisa. Aku masih ingat perkataannya “ how can I forgive you if I never hate you “, tapi aku masih tidak
habis pikir, kenapa dia malah seolah membenciku dengan perlakuan ini. Aku hanya
ingin lebih dewasa dalam berpacaran, aku hanya ingin membuat pasanganku
mencintaiku selamanya, tapi tidak bisa.
Aku larikan diriku pada seorang kakak kelas, yaitu Ukhti
Rina. Ukhti Rina selalu mengajak aku mengaji fiqih setiap sabtu pagi di kampus,
dan sering juga mengirimkan sms pembangkit semangat padaku. Aku menangis
padanya, dia mengelus kepalaku dengan terus memberi wejangan-wejangan rohis
hingga merasuk kedalam hatiku yang keras ini
“ Harus
lebih merundukkan wajah lagi, Far. Jatuh cinta itu memang indah, tapi alangkah
lebih indahnya jika kita manfaatkan cinta itu dengan jalan yang khalal ! “
Aku tambah semangat menangais
mendengarnya, dan masih bersih keras membela perasaan itu. Masih tetap berusaha
yakin dia adalah jodohku….hingga sampai pada puncak masalah, aku merasa sedikit
bimbang dengan kenyataan yang tidak sesuai dengan perkataannya. Aku kecewa
besar di buatnya. Mungkin hanya sepele, tapi aku kecewa memberi kepercayaanku
untuk tetap menunggunya. Menunggu sebuah waktu, yang dimana kita bisa
bersanding dengan khalal. Kejadian ini diwaktu hujan saat kita pulang dari pantai
balekambang. Padahal sepanjang jalan ditengah hujan kita bernyanyi sangat
bahagia…aku mengeluh bahagia ditengah rinai hujan itu tanpa sedikitpun duka
yang terbelisit didalamnya.
“ ini loh,
cewek yang di jodoh-jodohkan padaku sama teman-teman !” kata Mas wahyu yang
duduk di kursi koridor kosan adikku. Sepulang dari pantai kita mampir kesana.
Dengan
nyata mereka berpose berdua di akun BB-nya, padahal dengan manis ucapannya
berkata dia tidak pernah foto berdua dengannya. Aku menangis. Iya. Aku hanya
bisa menangis ketika aku tahu bahwa kenyatan yang lebih parah foto kita berdua
yang aku unggah di facebook di suruh hapus olehnya, sedangkan dengan yang lain
dia bisa berpose seenaknya. Kembalilah rasa tidak adil itu muncul lagi. Aku
tidak lebih special dari siapapun, itulah kenyataan yang aku alami.
Setiap
aku bangun, terkadang aku menangis karena ia tidak lagi milikku. aku mengingat
terus saat-saat bersamanya. Aku sakit karena aku begitu menyayanginya.
Kutorehkan sebuah kesejukan-kesejukan rohis dalam hatiku. Berusaha tetap
melupakannya. Berusaha keras untuk tidak lagi mempertahankanya. Tapi…itu tidak
membuatnya sadar, justru membuat Mas wahyu semakin bersemangat menyuluhkan
hasrat penggodanya pada wanita-wanita lain.
“ Aku ingin ta’aruf, Mbak Rina.
Tolong carikan jodoh yang cocok buat saya, Mbak !”
“ Apa ukhti sudah yakin ?”
aku hanya bisa mengangguk dengan berusah ikhlas
Pada keheningan
malam-malam panjang aku terus meratapinya di hadapan Tuhan. Aku tetap
mencintainya dengan segenap hatiku. Aku tetap bisa menerima kenyataan dan tetap
memaafkan, tapi sangat tidak mungkin aku akan kembali dengan cinta yang keji
itu. Aku berfikir keras untuk tetap membuat cintaku khalal. “ Menikahi orang yang kita cintai adalah
hal yang mudah, tapi mencintai orang yang menikahi kita apakah itu gampang ?.
Yaa ALLAH, aku sangat takut Perjodohan, apakah rasa takut dengan ta’aruf ini
akan menjadi suatu sakinah ? Yaa ALLAH…semoga ini yang terbaik…”
PAGI
yang indah, yang kuhabiskan dengan mengunjungi beberapa tempat yang pernah aku
datangi bersamanya, salah satunya Taman Tugu Malang, disana Mas Wahyu pernah
menemukan sebuah kertas yang berbentuk bintang bertuliskan “TERISTIMEWAH” yang
aku simpan sampai sekarang, terutama tiket kita nonton bioscob, tiket masuk
kebuh teh, semua masih tersimpan rapi dalam buku. Aku akhiri perjalananku
dengan duduk di halte depan kampus multicultural. Setiap aku duduk di situ,
jantungku berdegup karena beberapa alasan yang sangat sulit aku jelaskan.
Sebelum Ukhti Rina datang, aku sebenarnya menunggu balasan sms dari Mas Wahyu.
Aku masih ingin tahu apa penjelasanya, apa yang dia inginkan tentang mimpinya,
apakah ada aku ? atau tidak sama sekali ?. aku berkata pada sms itu tentang
sebuah mimpiku untuk menikah dengannya, dan jika dalam mimpinnya tidak ada
pernikahan untuk kita, kau melarangnya untuk membalasnya….
Terkadang, cinta memang membuat aku sangat bahagia,
tapi terkadang juga membuat aku merasa sedih. Aku sudah sadar bahwa Mas Wahyu
tidak sedikitpun memimpikan aku untuk disisinya. Inilah ketukan takdir, mungkin
seorang yang akan datang di depanku nanti adalah jodohku, atu mingkin aku akan
berusaha lagi….
Ukhti Rina datang, dia
bersama adik sepupunya yang mau ta’aruf denganku. Di halte itu aku akhiri
perasaanku untuk Mas Wahyu dan mencoba mengenal sosok laki-laki di depanku. Dia
tersenyum. Dia tampan. Dia lebih tampan dari Mas Wahyu ataupun Ikhwan….tapi,
apakan cinta bisa kunilai dari itu ? bagiku, cinta itu kepuasan batin bukan
kepuasan mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih banyak untuk saran dan kritiknya ^_^