Kamis, 14 Maret 2013

ONE PLACE  TO REMEMBER






love has two faces of happiness and sadness….. ….

Menatap lamunan yang aku sampaikan kepada hati. Aku menimang wajah seorang yang kunanti dihari jum’at itu. Matahari yang sudah berada ditengah perjalanan, menyapa dengan hangatnya hati yang telah lama membeku. Serasa mempunyai hidup baru ditengah sempurnanya perasaan cinta pada pandangan pertama. Tempat itu yang selaLu membuat jantungku berdegup kencang ketika melihatnya, dan terkadang meneteskan airmata ketika mengingat kenangan di dalamnya.
Siang itu, Aku yang Menentukan sebuah tempat indah itu. Tempat bernama halte sederhana yang terletak di depan kampus multiKultural seberang jalan. Tempat yang selalu ditempati penjual molen. dan setiap bertemu dengannya, beliau selalu memasang senyum yang ramah padaku. Pohon Asem yang rindang disamping gerobak molen sebagai penawar untuk menyejukkan kegelisahan karena menunggunya, sepertinya belum cukup membutku sejuk dalam sabar untuk menunggunya.
“ Berarti aku pergi ke kampus hari ini, Far ? ” begitu bunyi sms dari Mas. Wahyu
“ iya ! ” Balasku
Akhirnya kurang lebih setengah jam Mas Wahyu datang. Ia tersenyum dan menyapaku. Seakan aku seperti bayi yang baru lahir, dan belum bertemu siapapun kecuali sosok itu. Sembari aku menjabat tangannya, aku masih berusaha menenangkan perasaanku. Degupan itu terus bergulir tiada henti. Aku mencoba menghela nafasku pelan, dan mencoba lari dari kenyataan dengan berpamitan membeli ice cream yang aku janjikan sebagai traktiranku hari ini. Setelah itu, sepanjang jarum jam berputar menuju pukul satu siang, kita ngobrol ngarul ngidul, ketawa ketiwi hingga tetesan ice cream jatuh mengenai bajunya. Aku melihat tetesan itu jatuh bersama hatiku yang jatuh padanya.
               Aku melihat hatiku begitu tenang atas teguran sebuah rasa, aku melihat seorang yang sederhana didepanku memberi satu arti dalam sukma ini bernama cinta. Hingga akhirnya kita menjalin kisah cinta itu dengan mengalami berbagai ujian dan cobaan. Aku sangat bahagia, dan begitu juga mas.wahyu. aku sangat senang setiap saat bisa bertemu dengannya. Mulai dari pertemuan kita didepan taman rekreasi sengkaling, warung kopi didepan tempat kerjaku, kencan buta dengan menghabiskan bensin motornya, dan banyak sekali tempat yang kami kunjungi setelah itu.

               Aku sangat bahagia bisa berbagi hidupku dengannya, meskipun semua teman-teman berkata, “ bagaimana dengan ikhwan ?”. dan ada yang lebih menyakitkan lagi ketika sahabatku berkata “ masih gantengan ikhwan, mapan lagi. Postur tubuhnya lebih tinggi dari mas wahyu “!?. Aku tidak merasakan bimbang dalam hidupku, karena sejak lama aku sudah melepaskan ikhwan. Aku sudah melupakannya ketika aku bertanya satu hal padanya, yaitu tentang pernikahan yang ia janjikan.
               Dari seorang mas wahyu aku bisa memperoleh apa yang tidak pernah aku dapat dari ikhwan. Kebahagiaan memang tidak bisa diukur dari jumlah materi atau ketampanan seseorang. Setelah satu bulan aku menjalani hubungan serius dengan mas wahyu, akhirnya aku memperoleh jawaban atas pertanyaan-pertayaan teman dan sahabatku tentang perbedaan. Aku membantah perkataan mereka “ kamu pilih mana, ada satu cowok yang kalau di ajak kemana-mana selalu menyuruh kita berangkat sendiri dengan memberi kita uang. Dan yang satunya lagi, kalau diajak kemana-mana dia selalu ikut walau tidak punya uang ?”. dari pertanyaanku mereka mengerti. dari kata itu mereka tahu apa yang aku inginkan selama ini.
               Setiap kuliah, aku selalu menyempatkan diri untuk duduk di Halte itu. Kadang makan ice cream, dan kadang hanya sekedar duduk menantikan mikrolet. Tidak ada bunga yang bermekaran seperti bunga hatiku kala itu. Sebuah Halte telah mampu merensonansikan pada masa aku jatuh cinta kepada mas Wahyu.
CINTA juga merubahku menjadi amat cemburu. Aku tidak pernah sesensitif itu. Cemburu kepada masalalunya, keluarganya, dan teman-temannya. Aku selalu ingin bertemu dengannya setiap hari, dan ingin selalu bersamanya setiap detik. Aku berusaha ingin tahu dengan mengotak atik pikiranku, Hingga pada kahirnya aku ingat pada saat pertama dia mengawali keakrapan kita dengan satu pesan di Facebook
               “ Hai, klovers juga, ya ? boleh minta nomor Hp-nya, nggak ?”
               “ iya, boleh !” ada setan dari mana aku tidak tahu waktu itu, tiba-tiba dengan mudah merespon seseorang yang sama sekali tidak aku kenal.
Cinta telah bersemangat merenggut hatiku dan hatinya untuk terus bereaksi. Membuat aku menolak lamaran seorang pria yang dengan baik-baik berbicara dengan orang tuaku, membuatku lupa akan mimpi-mimpi yang tidak ingin berpacaran dengan siapapun setelah ikhwan. Tapi, tetaplah aku dan hatiku membela cinta ini. Aku bersih keras untuk mencintai dan menantinya.
Beberapa hari setelah tragedI Siti nurbaya di zaman Siti Nurhalizah, aku merasa sedikit iri pada temanya, keluarganya, masalalunya. Setiap hari aku merasa tidak lebih special dari mereka, hingga sikap ini membuatnya marah besar dan tidak membalas sms dariku berkali-kali. Saat itu aku menangis sangat dahsyat sekali, aku berusaha lari darinya, tapi tidak bisa. Aku masih ingat perkataannya “ how can I forgive you if I never hate you “, tapi aku masih tidak habis pikir, kenapa dia malah seolah membenciku dengan perlakuan ini. Aku hanya ingin lebih dewasa dalam berpacaran, aku hanya ingin membuat pasanganku mencintaiku selamanya, tapi tidak bisa.
               Aku larikan diriku pada seorang kakak kelas, yaitu Ukhti Rina. Ukhti Rina selalu mengajak aku mengaji fiqih setiap sabtu pagi di kampus, dan sering juga mengirimkan sms pembangkit semangat padaku. Aku menangis padanya, dia mengelus kepalaku dengan terus memberi wejangan-wejangan rohis hingga merasuk kedalam hatiku yang keras ini
 “ Harus lebih merundukkan wajah lagi, Far. Jatuh cinta itu memang indah, tapi alangkah lebih indahnya jika kita manfaatkan cinta itu dengan jalan yang khalal ! “
Aku tambah semangat menangais mendengarnya, dan masih bersih keras membela perasaan itu. Masih tetap berusaha yakin dia adalah jodohku….hingga sampai pada puncak masalah, aku merasa sedikit bimbang dengan kenyataan yang tidak sesuai dengan perkataannya. Aku kecewa besar di buatnya. Mungkin hanya sepele, tapi aku kecewa memberi kepercayaanku untuk tetap menunggunya. Menunggu sebuah waktu, yang dimana kita bisa bersanding dengan khalal. Kejadian ini diwaktu hujan saat kita pulang dari pantai balekambang. Padahal sepanjang jalan ditengah hujan kita bernyanyi sangat bahagia…aku mengeluh bahagia ditengah rinai hujan itu tanpa sedikitpun duka yang terbelisit didalamnya.
               “ ini loh, cewek yang di jodoh-jodohkan padaku sama teman-teman !” kata Mas wahyu yang duduk di kursi koridor kosan adikku. Sepulang dari pantai kita mampir kesana.
Dengan nyata mereka berpose berdua di akun BB-nya, padahal dengan manis ucapannya berkata dia tidak pernah foto berdua dengannya. Aku menangis. Iya. Aku hanya bisa menangis ketika aku tahu bahwa kenyatan yang lebih parah foto kita berdua yang aku unggah di facebook di suruh hapus olehnya, sedangkan dengan yang lain dia bisa berpose seenaknya. Kembalilah rasa tidak adil itu muncul lagi. Aku tidak lebih special dari siapapun, itulah kenyataan yang aku alami.
Setiap aku bangun, terkadang aku menangis karena ia tidak lagi milikku. aku mengingat terus saat-saat bersamanya. Aku sakit karena aku begitu menyayanginya. Kutorehkan sebuah kesejukan-kesejukan rohis dalam hatiku. Berusaha tetap melupakannya. Berusaha keras untuk tidak lagi mempertahankanya. Tapi…itu tidak membuatnya sadar, justru membuat Mas wahyu semakin bersemangat menyuluhkan hasrat penggodanya pada wanita-wanita lain.
“ Aku ingin ta’aruf, Mbak Rina. Tolong carikan jodoh yang cocok buat saya, Mbak !”
“ Apa ukhti sudah yakin ?” aku hanya bisa mengangguk dengan berusah ikhlas

Pada keheningan malam-malam panjang aku terus meratapinya di hadapan Tuhan. Aku tetap mencintainya dengan segenap hatiku. Aku tetap bisa menerima kenyataan dan tetap memaafkan, tapi sangat tidak mungkin aku akan kembali dengan cinta yang keji itu. Aku berfikir keras untuk tetap membuat cintaku khalal. “ Menikahi orang yang kita cintai adalah hal yang mudah, tapi mencintai orang yang menikahi kita apakah itu gampang ?. Yaa ALLAH, aku sangat takut Perjodohan, apakah rasa takut dengan ta’aruf ini akan menjadi suatu sakinah ? Yaa ALLAH…semoga ini yang terbaik…”
               PAGI yang indah, yang kuhabiskan dengan mengunjungi beberapa tempat yang pernah aku datangi bersamanya, salah satunya Taman Tugu Malang, disana Mas Wahyu pernah menemukan sebuah kertas yang berbentuk bintang bertuliskan “TERISTIMEWAH” yang aku simpan sampai sekarang, terutama tiket kita nonton bioscob, tiket masuk kebuh teh, semua masih tersimpan rapi dalam buku. Aku akhiri perjalananku dengan duduk di halte depan kampus multicultural. Setiap aku duduk di situ, jantungku berdegup karena beberapa alasan yang sangat sulit aku jelaskan. Sebelum Ukhti Rina datang, aku sebenarnya menunggu balasan sms dari Mas Wahyu. Aku masih ingin tahu apa penjelasanya, apa yang dia inginkan tentang mimpinya, apakah ada aku ? atau tidak sama sekali ?. aku berkata pada sms itu tentang sebuah mimpiku untuk menikah dengannya, dan jika dalam mimpinnya tidak ada pernikahan untuk kita, kau melarangnya untuk membalasnya….
               Terkadang, cinta memang membuat aku sangat bahagia, tapi terkadang juga membuat aku merasa sedih. Aku sudah sadar bahwa Mas Wahyu tidak sedikitpun memimpikan aku untuk disisinya. Inilah ketukan takdir, mungkin seorang yang akan datang di depanku nanti adalah jodohku, atu mingkin aku akan berusaha lagi….
Ukhti Rina datang, dia bersama adik sepupunya yang mau ta’aruf denganku. Di halte itu aku akhiri perasaanku untuk Mas Wahyu dan mencoba mengenal sosok laki-laki di depanku. Dia tersenyum. Dia tampan. Dia lebih tampan dari Mas Wahyu ataupun Ikhwan….tapi, apakan cinta bisa kunilai dari itu ? bagiku, cinta itu kepuasan batin bukan kepuasan mata.
              



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih banyak untuk saran dan kritiknya ^_^